Regulasi tentang Penangkapan Ikan Napoleon Wrasse
Sejak tahun 1990-an, permintaan dunia akan ikan napoleon meningkat drastis dengan harga jauh di atas ikan karang lainnya. Akibatnya, segala jalan dilakukan untuk menangkap ikan napoleon sebanyak-banyaknya, bahkan dengan cara-cara penangkapan yang bersifat merusak, seperti menggunakan sianida, bom, dan lainnya. Cara-cara penangkapan seperti ini bersifat sangat merusak ekosistem terumbu karang dimana habitat ikan napoleon berada. Selain menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang tu sendiri, juga merusak perikanan karang lainnya, seperti ikan kerapu, lobster, dan banyak jenis yang lainnya. Populasi ikan napoleon-pun di perbagai perairan Indonesia merosot tajam. Beberapa kejadian di atas telah menjadi sorotan dunia secara serius. Atas dasar populasi ikan napoleon yang terus menurun dan ekses kerusakan habitat yang ditimbulkan oleh cara-cara penangkapan ikan yang merusak, dikeluarkanlah Keputusan Menteri Pertanian Nomor 375/Kpts/IK.250/5/1995 tentang larangan penangkapan ikan napoleon wrasse, dimana saat itu, Direktorat Jenderal Perikanan masih berada di Departemen Pertanian. Departemen Perdagangan pada tahun yang sama pula, mengeluarkan keputusan Nomor 95/EP/V/95 tentang larangan ekspor ikan napoleon wrasse, kecuali atas seijin Menteri Pertanian. Setahun kemudian Direktorat Jenderal Perikanan mengeluarkan keputusan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pertanian di atas. Keputusan tersebut dengan Nomor HK.330/Dj.8259/96 tentang ukuran, lokasi dan tata cara penangkapan ikan napoleon. Keputusan-keputusan Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Keputusan Dirjen Perikanan bukanlah memberikan status perlindungan terhadap ikan napoleon.
Kasus di level internasional-pun berkecenderungan sama, yakni populasi ikan napoleon wrasse mengalami penurunan yang drastis. Sehingga pada tahun 2004, ikan napoleon wrasse (Cheilinus undulatus) atau humphead wrasse masuk dalam daftar Appendik II CITES. Dengan demikian perdagangan internasional (ekspor-import) ikan napoleon harus mengikuti ketentuan-ketentuan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang merupakan kesepakatan tentang perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar.
Sejak tahun 1990-an, permintaan dunia akan ikan napoleon meningkat drastis dengan harga jauh di atas ikan karang lainnya. Akibatnya, segala jalan dilakukan untuk menangkap ikan napoleon sebanyak-banyaknya, bahkan dengan cara-cara penangkapan yang bersifat merusak, seperti menggunakan sianida, bom, dan lainnya. Cara-cara penangkapan seperti ini bersifat sangat merusak ekosistem terumbu karang dimana habitat ikan napoleon berada. Selain menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang tu sendiri, juga merusak perikanan karang lainnya, seperti ikan kerapu, lobster, dan banyak jenis yang lainnya. Populasi ikan napoleon-pun di perbagai perairan Indonesia merosot tajam. Beberapa kejadian di atas telah menjadi sorotan dunia secara serius. Atas dasar populasi ikan napoleon yang terus menurun dan ekses kerusakan habitat yang ditimbulkan oleh cara-cara penangkapan ikan yang merusak, dikeluarkanlah Keputusan Menteri Pertanian Nomor 375/Kpts/IK.250/5/1995 tentang larangan penangkapan ikan napoleon wrasse, dimana saat itu, Direktorat Jenderal Perikanan masih berada di Departemen Pertanian. Departemen Perdagangan pada tahun yang sama pula, mengeluarkan keputusan Nomor 95/EP/V/95 tentang larangan ekspor ikan napoleon wrasse, kecuali atas seijin Menteri Pertanian. Setahun kemudian Direktorat Jenderal Perikanan mengeluarkan keputusan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pertanian di atas. Keputusan tersebut dengan Nomor HK.330/Dj.8259/96 tentang ukuran, lokasi dan tata cara penangkapan ikan napoleon. Keputusan-keputusan Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Keputusan Dirjen Perikanan bukanlah memberikan status perlindungan terhadap ikan napoleon.
Kasus di level internasional-pun berkecenderungan sama, yakni populasi ikan napoleon wrasse mengalami penurunan yang drastis. Sehingga pada tahun 2004, ikan napoleon wrasse (Cheilinus undulatus) atau humphead wrasse masuk dalam daftar Appendik II CITES. Dengan demikian perdagangan internasional (ekspor-import) ikan napoleon harus mengikuti ketentuan-ketentuan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang merupakan kesepakatan tentang perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar.
Kondisi Biologi Populasi Ikan Napoleon Wrasse
Ikan napoleon yang merupakan ikan ukuran besar (ikan napoleon bisa mencapai ukuran panjang 2 meter dengan berat 200 kg) yang hidup di perairan tropis termasuk biota yang memiliki pola reproduksi bersifat hermaphrodite, dimana saat lahir dengan kelamin jantan dan akan berubah menjadi betina ketika menjelang dewasa dan sekitar ukuran 3000 gram ke atas akan berubah kelamin lagi dari betina ke jantan. Sehingga dominasi jantan terlihat pada populasi ikan napoleon ukuran kecil, kemudian dominasi betina pada ukuran sedang dan jenis kelamin betina akan mendominasi pada populasi ikan napoleon ukuran besar. Ini adalah strategi biologi unik yang dimiliki ikan napoleon untuk dapat mempertahankan kehidupannya yang cukup panjang (ikan napoleon dapat hidup 25 – 32 tahun). Ikan napoleon matang seksual pada usia 5 sampai 7 tahun (ukuran panjang badan 40-60 cm). Walau-pun ikan napoleon dapat berumur panjang namun untuk mencapai matang sexual membutuhkan waktu yang sangat lama dan dengan tingkat reproduksi (fekunditas) yang rendah.
Akibat upaya penangkapan ikan napoleon yang masif ditambah lagi dengan sifatnya yang tingkat reproduksinya rendah, populasi ikan napoleon di beberapa perairan Indonesia ditengarai semakin menurun. Hasil survey tahun 2005 di perairan Raja Ampat, Pulau Kangean-Bali, dan di Silawesi Utara menunjukkan kepadatannya hanya di bawah 1 ekor per hektar. Begitu juga hasil penelian di perairan Kabupaten Kepulauan Banggai dan perairan Nusa Tenggara Timur, didapatkan angka kepadatan ikan napoleon hanya 1,3 – 2,5 ekor per hektar.
Pasar Ikan Napoleon
Pasar luar negeri ikan napoleon paling banyak berada di Hong Kong, China, Singapore, Amerika, dan Eropa. Pasar menginginkan ukurannya sekitar 1 kg, di bawah atau di atas ukuran tersebut memiliki harga yang jauh dibawahnya. Saat ini harga ikan napoleon ukuran sekitar 1 kg di tingkat pembudidaya di Kab. Anambas dimana usaha keramba jaring apung ikan napoleon banyak berkembang disana (saat ini jumlah petakan keramba sekitar 3.224 unit), adalah Rp 1,3 juta/kg-nya. Setidaknya perputaran uang dari bisnis ikan napoleon di Kab. Anambas sekitar Rp 78 milyar/tahun.
Para pembudiya ikan napoleon di Kab. Anambas membeli ikan napoleon ukuran anakan (sampai ukuran 100 gr/ekor) dari para nelayan pengumpul yang merupakan hasil penangkapan di alam. Anakan ikan napoleon ini dibesarkan di keramba jaring apung dengan pola intensif yaitu pemberian pakan secara teratur dengan jumlah tertentu. Lama pemeliharaan sampai menjadi ukuran pasar yaitu sekitar 1 kg memerlukan waktu sampai 5 – 7 tahun.
Secara formal karena ikan napoleon masuk dalam daftar Appendix II CITES maka pengaturan ekspornya dibatasi dengan sistem quota. Quota ekspor jumlah ikan napoleon dari seluruh Indonesia adalah sebagai berikut:
No Tahun Quota (ekor) Realisasi
1 2009 8.000 4.220
2 2010 5.400 3.810
3 2011 3.600 970
4 2012 2.000 -
Penentu besaran quota dikeluarkan oleh pihak Management Autority CITES di Indonesia yaitu Kementerian Kehutanan atas dasar dari kajian Scientific Autority yaitu LIPI.
Penetapan Ikan Napoleon Wrasse dengan Status Dilindungi
Atas dasar kondisi di lapangan yang menggambarkan populasi ikan napoleon wrasse sudah mengalami penurunan yang tajam dan banyak pihak mengusulkan untuk segera diberikan status perlindungannya. Melalui proses yang panjang dan berdasarkan kajian akurat, maka keluarlah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon. Yang merupakan revisi dari Kepmen Pertanian No. 375/kpts/IK.250/5/95. Status perlindungan yang diberikan adalah perlindungan terbatas. Sebagaimana diketahui menurut Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, beserta turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, status dilindungi terdiri dari 2 tipe, yaitu: perlindungan penuh dan perlindungan terbatas. Berbeda dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang hanya mengenal perlindungan mutlak. Perlindungan terbatas artinya hal-hal yang bisa dilindungi itu berdasarkan ukuran, waktu, dan tempat. Perlindungannya hanya berlaku pada: ukuran, waktu, dan atau tempat tertentu saja. Status perlindungan ikan napoleon wrasse menurut Kepmen KP No. 37 tahun 2013 adalah perlindungan terbatas, terbatas menurut ukuran. Substansi perlindungan terbatas berdasarkan ukuran adalah sebagai berikut:
-Ukuran ikan napoleon yang dilindungi (dilarang ditangkap di habitat alam) yang berukuran 100 – 1000 gr/ekor dan ukuran lebih dari 3000 r/ekor.
-Ukuran yang boleh ditangkap dari alam untuk dimanfaatkan yaitu ukuran sampai 100 gr/ekor (untuk tujuan pembesaran di keramba jaring apung) dan yang berukuran antara 1000 sampai 3000 gr/ekor.
Pertimbangannya kenapa hanya ukuran tersebut di atas yang dilindungi? Untuk ukuran 100 sampai 1000 gram, secara biologis pada ukuran tersebut ikan napoleon sedang mengalami masa pertumbuhan sexual dan pada ukuran 1000 gram diperkirakan ikan napoleon tersebut sudah melakukan beberapa kali pemijahan. Sehingga proses reproduksinya dapat berjalan dengan baik. Kenapa untuk ukuran sampai 100 gr tidak dilindungi? Alasannya, kematian jumlah anakan pada ukuran sampai 100 gr sangat tinggi karena predasi. Dengan dimanfaatkannya pada ukuran tersebut untuk dipelihara di keramba, diharapkan tingkat kematiannya menjadi lebih rendah. Kenapa yang berukuran di atas atau sama dengan 3000 gr itu berstatus dilindungi? Pada ukuran 3000 gr keatas, dalam siklus hidup ikan napoleon mengalami perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, dan ini adalah fase kritis dalam siklus hidup napoleon, sehingga untuk tetap menjaga kelangsungan populasinya di alam, maka wajar apabila diberikan status perlindungannya.
Proses keluarnya Permen KP No. 37 tahun 2013 ini melalui prosedur yang diatur dalam Permen KP No. 3/MEN/2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan. Dimana dalam prosesnya harus melewati: adanya usulan inisiatif dari masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, Pemerintah, Pemda, dan lainnya, verifikasi usulan, penyusunan analisis kebijakan, konsultasi publik, rekomendasi ilmiah, dan baru terakhir penetapan status perlindungannya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Jadi berbagai hal harus dipertimbangkan, tidak hanya menyangkut aspek biologi populasinya saja tetapi sampai kepada analisis sosial ekonominya. Dalam hal ini harus mempertimbangkan seberapa besar kehidupan masyarakat atau nelayan tergantung kepada sumberdaya ikan napoleon ini?
Dengan demikian menurut pendapat saya, pemberian status perlindungan secara terbatas menurut ukuran sudah sangat pantas, selain bisa mempertimbangkan aspek kelestarian dari ikan napoleon itu sendiri secara maksimal juga dalam peraturan ini sangat mengakomodir kepentingan kehidupan masyarakat untuk tetap dapat memanfaatkan sumberdaya ikan napoleon wrasse ini sebagai sumber nafkah-nya.
Ikan Napoleon Wrasse ukuran konsumsi (sekitar 1000 gram) |
Anakan ikan napoleon di habitat aslinya |
Anakan ikan napoleon (ukuran sampai 100 gr/ekor) dipelihara di keramba |
Pembesaran di keramba sampai ukuran pasar (1000 gr/ekor) butuh 5 - 7 tahun |
Harga ukuran pasar di pembudidaya di Kab. Anambas Rp 1,3 juta/kg |
Di Kab. Anambas, masyarakat banyak yang berusaha pembesaran ikan napoleon |
Keramba pembesaran ikan napoleon di kab Anambas yang sudah intensif |
0 komentar: