Tulisan ini merupakan cuplikan dari buku yang berjudul ‘Pedoman Umum Penanganan Hasil Tangkap Sampingan (BY-CATCH) Hiu Pada Penangkapan Ikan’ yang disusun oleh: Didi Sadili dkk dan diterbitkan oleh: Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut – Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015.
Beberapa pengertian terkait dengan tulisan di buku ini:
Bycatch atau hasil tangkapan sampingan adalah bagian dari hasil tangkapan yang bukan merupakan target penangkapan utama. Bycatch meliputi seluruh biota yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan.
Critically endangered atau kritis adalah status konservasi bagi spesies (biota) yang memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
Discardadalah merupakan bagian dari hasil tangkapan sampingan ikan yang dikembalikan atau dibuang ke laut, baik dalam kondisi hidup atau mati.
Endangered atau genting / terancam adalah status konservasi bagi spesies (biota) yang menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dan dalam waktu dekat.
Incidental catchadalah bagian dari tangkapan sampingan (bycatch) yang secara tidak sengaja ikut tertangkap.
Mitigasi bycatchadalah serangkaian upaya untuk mencegah atau mengurangi tertangkapnya biota yang bukan tujuan utama penangkapan dalam kegiatan penangkapan ikan.
Near Threatenedatau hampir terancam adalah status konservasi bagi spesies (biota) yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam punah, namun tidak termasuk ke dalam katagori terancam.
Post realeaseadalah proses setelah penanganan hasil tangkapan yang dilepaskan kembali ke perairan.
Retain catchadalah bagian dari hasil tangkapan adalah bagian dari hasil tangkap sampingan yang tidak dikembalikan ke laut atau perairan baik dalam keadaan hidup maupun sudah mati.
Swimming layeradalah merupakan kedalaman laut yang menjadi tempat berenang utama dari satu spesies ikan. Umumnya swimming layermerupakan daerah ruaya dari spesies ikan tersebut.
Target catchadalah hasil tangkapan yang terdiri dari satu atau sejumlah spesies ikan yang merupakan sasaran tangkapan utama kegiatan penangkapan ikan.
Latar Belakang
Sekitar 117 jenis hiu dari 25 famili yang ditemukan di perairan Indonesia, sebagian dari jenis hiu tersebut berstatus rentan terhadap kepunahan (endanger spesies). Dalam daftar merah (red list) yang dikeluarkan oleh The International Union for Conservation Nature (IUCN) terdapat satu spesies hiu di Indonesia yang masuk katagori kondisi kritis (critically endangered), 5 spesies dalam kondisi terancam atau genting (endangered), 23 spesies dalam kondisi rentan (vulnerable), dan 35 spesies dalam kondisi hamper terancam (near threatened). Dengan kondisi tersebut diatas artinya hiu dijaga dari kepunahan. Di lain pihak, sebagian besar produksi hiu dari Indonesia adalah hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari pengoperasian alat penangkap ikan jenis: pukat cincin (purse seine), rawai (long line), jaring insang (gill net), dan pukat hela (trawl). Untuk menjaga agar hiu tidak mengalami kepunahan maka apabila tertangkap hiu dalam operasi penangkapan ikan, sebaiknya hiu tersebut dilepas kembali ke perairan laut.
Buku pedoman penanganan bycatch hiu ini adalah pedoman dalam upaya merilis kembali hiu yang tertangkap tidak sengaja ke perairan laut dengan benar.
Penanganan dan Mitigasi Bycatch Hiu
Kemampuan hiu dalam bertahan hidup ketika tertangkap ‘baycatch’ berbeda-beda, tergantung dari lamanya penarikan pancing, lamanya perendaman alat tangkap / jaring, penanganan selama proses penangkapan, lama waktu paparan terhadap udara, dan factor yang dapat menimbulkan stress serta kematian seperti: tertumpuknya hiu dalam palka ikan. Hiu berukuran besar cenderung bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan yang berukuran kecil.
Secara biologi, hiu harus bergerak aktif untuk dapat bernafas dengan efektif. Dan hiu merupakan biota yang bertulang rawan sehingga ketika hiu diangkat dari perairan, kemampuan melindungi organ-organ internalnya menjadi berkurang.
Dengan demikian, perlu dilakukan teknik-teknik penanganan hiu yang benar pada saat penangkapan dan proses me-rilis kembali ke perairan untuk mengurangi cedera dan kematian dari hiu tersebut.
Penanganan dan Pelepasan Hiu dari Jaring
Yang dimaksud jaring sebagai alat penangkap ikan ini meliputi: pukat cincin, jaring insang, dan pukat hela. Pukat cincin atau purse seine adalah alat penangkap ikan pelagis yang dioperasikan dengan cara melingkarkan alat penangkap ikan ke arah gerombolan ikan pelagis dan pada bagian tali ris bawahnya terdapat cincin dan tali kerut yang berfungsi menutup bagian bawah jarring sehingga ikan terjebak. Jaring insang atau gill net adalah alat penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya merata dan dilengkapi dengan pelampung pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan sasaran terjerat mata jaring pada bagian insang atau terpuntal pada tubuh jarring. Sedangkan pukat hela atau trawl adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring polyesteryang memiliki bagian sayap, badan dan kantong. Alat tangkap ikan ini dioperasikan dengan cara ditarik atau hela menggunakan kapal dengan cara menyapu dasar perairan.
Prinsip-prinsip dasar penanganan hiu bycatch dari alat penangkap ikan jaring, adalah sebagai berikut:
1. Segera lakukan proses penanganan hiu yang tertangkap jaring karena hiu hanya bertahan hidup maksimum selama 3 menit diluar perairan,
2. Pastikan kondisi dan ukuran hiu yang akan ditangani. Jika hiu masih dalam keadaan hidup dengan ukuran yang tidak memungkinkan diangkat dan dilakukan penanganan di atas kapal, maka proses penanganan tetap dilakukan di atas permukaan air,
3. Dalam beberapa kasus, hiu yang tertangkap terlihat sudah mati, untuk memastikan apakah hiu tersebut masih hidup atau sudah dalam keadaan mati? Perhatikan gerak insangnya dan sentuhkan jari dengan lembut ke matanya. Jika masih ada respon, berarti hiu tersebut masih dalam keadaan hidup,
4. Lepaskan hiu yang terbelit jaring. Jika tidak memungkinkan, lakukan pemotongan jaring yang membelitnya,
5. Apabila hiu masih dalam kondisi kelelahan, posisikan kepala hiu menghadap ke air agar hiu dapat cepat aktif kembali ketika dilepaskan ke perairan,
6. Pastikan dalam proses pelepasan tidak menutup insang hiu, dan
7. Lakukan pencatatan jenis hiu, lokasi tangkapan, identifikasi jenis kelamin, panjang total, berat, dan kondisi ketika tertangkap serta kondisi ketika dilepaskan kembali ke perairan laut.
Penanganan dan Pelepasan Hiu dari Rawai (Longline)
Yang dimaksud alat penangkap ikan rawai adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari main line (tali utama) dan branch line (tali cabang) yang dikaitkan pada tali utama yang menjorok ke dalam laut dan di bawahnya digantungkan pancing-pancing (kail) yang diberi umpan dengan target tangkapan utama adalah tuna dan ikan pelagis besar lainnya. Rawai dimaksud meliputi rawai dasar dan rawai permukaan yang dioperasikan secara menetap maupun yang dihanyutkan.
Prinsip-prinsip dasar dalam penanganan bycatch hiu yang tertangkap oleh rawai, yaitu:
1. Proses pelepasan hiu yang tersangkut mata kail menggunakan de hooker. Jika proses penggunaan de hooker tidak dapat dilakukan maka dilakukan pemotongan senar dengan posisi pemotongan sedekat mungkin dengan pangkal kail. De hooker sendiri adalah alat bantu berbentuk tongkat yang berfungsi untuk mempermudah melepaskan mata kail dan mengurangi cedera pada ikan yang ditangani,
2. Agar mata kail yang terkait pada mulut hiu tidak tertelan hiu tersebut maka segera potong senarnya namun jika posisi kail sudah tidak terlihat atau tertelan maka segera potong senar sedekat mungkin dengan pangkal kail,
3. Usahakan posisi hiu yang ditangani sedekat mungkin dengan sisi kapal sehingga memudahkan proses penanganannya,
4. Apabila hiu terbelit senar, secepatnya lepaskan lilitan senar tersebut,
5. Apabila hiu masih dalam kondisi lemah, upayakan agar hiu kembali aktif dengan cara memposisikan kepala hiu menghadap air,
6. Apabila proses penanganan akan melebihi 3 menit, maka kondisi hiu harus dijaga dengan menempatkan selang pada mulutnya dengan air mengalir. Hal ini dilakukan agar hiu tetap mendapat pasokan oksigen untuk bernafas. Apabila tidak tersedia selang air maka dapat dilakukan dengan menyiramkan air laut di tubuh, kepala, dan bagian insang,
7. Sedapat mungkin penanganan dilakukan di atas permukaan air laut, dan
8. Lakukan pencatatan yang meliputi: jenis hiu, lokasi tangkapan, jenis kelamin, panjang total, berat dan kondisi saat tertangkap serta kondisi saat dilepaskan kembali ke perairan laut.
Upaya Pencegahan Bycatch Hiu
Upaya mengurangi tertangkapnya bycatch hiu dapat dilakukan melalui teknik operasi penangkapan ikan, modifikasi alat penangkap ikan, dan kebijakan yang dikeluarkan melalui penerbitan regulasi. Upaya tersebut diantaranya:
1. Memperbesar ukuran mata jaring untuk menghindari tertangkapnya anakan hiu,
2. Penerpan bycatch reducing device (BRD) seperti window panel untuk meloloskan bycatchhiu,
3. Memperbesar ukuran kail,
4. Menghindari penggunaan kawat (wired) pada cabang tali pada alat penangkap ikan jenis rawai, dan
5. Menetapkan wilayah kawin (mating area) hiu sebagai kawasan konservasi
Bycatch hiu |
0 komentar: