Setidaknya ada lima perundang-undangan yang dapat dirujuk untuk memahami ketentuan yang berkaitan dengan konservasi di wilayah pesisir, baik yang menyangkut konservasi jenis maupun konservasi kawasan, yaitu:
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan bahwa masalah konservasi menjadi urusan/kewajiban pemerintah daerah, sebagaimana tercantum pada Pasal 18 ayat 4:
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut yang meliputi Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 lebih menunjuk kepada konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara umum baik jenis maupun kawasan yang berada di daratan, perairan, maupun laut. Sehingga nomenklatur konservasinya-pun disesuaikan dengan karakter yang mencakup wilayah darat, perairan, dan laut. Nomenklaturnya adalah:
Kawasan Suaka Alam meliputi :
• Kawasan Cagar Alam
• Suaka Margasatwa.
Kawasan Pelestarian Alam meliputi :
• Kawasan Taman Nasional,
• Kawasan Taman Hutan Raya,
• Kawasan Taman Wisata Alam
Undang-Undang No.31 Tahun 2004 juncto Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan , konservasinya lebih mengarah kepada konservasi kawasan dan jenis ikan dalam upaya pelestarian sumberdaya perikanannya. Maka nomenklaturnya adalah:
• Suaka Alam Perairan,
• Taman Nasional Perairan,
• Taman Wisata Perairan, dan/atau
Suaka Perikanan
Sedangkan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 walaupun konservasinya lex specialis di wilayah pesisir namun tidak melulu tentang konservasi hayati seperti halnya dalam dua undang-undang di atas, namun juga meliputi konservasi kawasan yang mengandung aspek sosial ekonomi budaya serta hankam. Sehingga nomenklatur konservasinya adalah sbb:
• Suaka Pesisir,
• Suaka Pulau Kecil,
• Taman Pesisir, dan
• Taman Pulau Kecil
Perbedaan nomenklatur suaka dengan taman terletak pada porsi konservasi dan pemanfaatannya. ‘Suaka’ menunjukkan porsi konservasi jauh lebih besar dibandingkan pemanfaatannya, namun ‘taman’ lebih menunjukkan porsi yang berimbang antara konservasi dengan pemanfaatannya.
Seluruh undang-undang yang disebut di atas dapat dirujuk untuk menunjuk konservasi di wilayah pesisir, namun tergantung fungsi dan tujuan konservasi itu sendiri untuk merujuk ke salah satu undang-undang yang lebih tepat. Namun demikian, yang lebih penting adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan konservasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil karena sebagaimana kita ketahui bahwa degradasi lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jauh lebih cepat dibandingkan dengan di bagian wilayah lainnya.
0 komentar: