Dengan telah diterbitkannya Perpres No. 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setidaknya akan lebih menguatkan lagi tentang perlunya konservasi jenis ikan karena substansi dari Perpres ini tidak saja berurusan dengan rehabilitasi kewilayahan (daratan maupun laut) tetapi juga tentang rehabilitasi hayati. Konservasi jenis ikan sendiri, perlu dilakukan terkait dengan kelestarian lingkungan, keseimbangan alam, dan keberlanjutan sebagai penyedia pangan. Dalam Perpres tersebut banyak sekali pasal yang menyatakan perlunya rehabilitasi populasi ikan walaupun tidak secara spesifik menyebut jenis ikan. Pengertian ikan disini adalah pengertian yang digunakan dalam Undang-Undang Perikanan, yaitu: segala jenis organisma yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sedangkan konservasi jenis ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang.
Pasal 2 dan seterusnya dalam Perpres No 121 Tahun 2012 tersebut dinyatakan sebagai berikut; Rehabilitasi dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan orang yang memanfaatkan secara langsung atau tidak langsung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan terhadap (salah satunya) populasi ikan. Rehabilitasi dilakukan berdasarkan kriteria: kerusakan ekosistem dan populasi dan kerusakan populasi ditentukan berdasarkan kerusakan hayati sedangkan kerusakan hayati yang dimaksud meliputi laju penurunan populasi melebihi kemampuan alam untuk pulih, bisa juga dengan adanya penurunan dan/atau hilangnya daerah pemijahan (spawning ground), daerah pembesaran (nursery ground), serta daerah pencarian ikan (feeding ground).
Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan dengan cara: (1) pengayaan sumber daya hayati, (2) perbaikan habitat, dan (3) perlindungan spesies biota laut agar tumbuh dan berkembang secara alami. Pengayaan sumber daya hayati dilakukan melalui: (1) penebaran benih atau restocking dan (2) pembuatan habitat buatan. Sedangkan perlindungan spesies biota dilakukan dengan cara: (1) penyediaan dan/atau perlindungan daerah pemijahan (spawning ground), daerah pembesaran (nursery ground), serta daerah pencarian makan (feeding ground), (2) penyuluhan dan penyadaran masyarakat, (3) pengawasan, dan (4) penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan.
Berbicara rehabilitasi populasi ‘ikan’, tentu yang sudah banyak dilakukan adalah terhadap terumbu karang, mangrove dan lainnya. Sedangkan kajian tentang populasi bambu laut (Iris hippuris) masih sedikit, padahal tingkat kerusakan populasi bambu laut terutama di wilayah Sulawesi sudah pada tahap menghawatirkan.
Bambu laut (Iris hippuris) yang penyebarannya banyak di daerah Sulawesi, hidupnya secara berkoloni dan berasosiasi dengan terumbu karang. Sekarang populasi bambu laut sudah menurun drastis akibat dari permintaan yang naik tajam. Saat ini Sulawesi dapat memenuhi permintaan bambu laut sekitar 5000 ton per tahun. Bambu laut banyak diekspor ke China, Jepang, Eropa, dan amerika untuk bahan kosmetika, obat-obatan, dan perhiasan. Bambu laut basah nilainya Rp 3000/kg di tingkat nelayan. Pengambilan bambu laut yang berasosiasi dengan karang dilakukan secara sembrono dengan cara dicungkil memakai linggis atau parang, sehingga tidak saja merusak bambu lautnya tetapi juga terhadap terumbu karang tempat dimana bambu laut berasosiasi.
Langkah pertama tindakan rehabilitasi terhadap populasi bambu laut ini adalah menetapkan status perlindungannya. Sebagaimana diketahui, bambu laut sampai saat ini belum memiliki status perlindungan baik secara nasional maupun internasional (CITES dan IUCN). Memang ada beberapa daerah yang sudah memiliki peraturan pelarangan pengambilan bambu laut, seperti Pemda Prov Gorontalo dengan Perda No. 01 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Pesisir secara Terpadu. Bambu laut dapat diberikan status perlindungan secara terbatas, yang artinya masih boleh diperdagangkan kalau bambu laut-nya merupakan hasil budidaya atau F2-nya. Setelah diberikan status perlindungannya, baru bambu laut direncanakan dan dilaksanakan rehabilitasinya dengan memperhatikan tahapan-tahapan seperti yang dimuat dalam Perpres No. 121 Tahun 2012 tersebut. Dengan demikian pemanfaatan bambu laut dapat dilakukan secara lestari.
Bambu laut atau Iris hippuris |
0 komentar: